Kemajuan Teknologi Membantu Perkembangan Diri atau Membuat Gigit Jari?

Postingan belakangan ini didominasi oleh masalah teknologi. Memang kita tak bisa memungkiri bahwa apapun kegiatan kita sepanjang hari pasti dihiasi dengan kecanggihan teknologi. Mulai dari bangun tidur hingga beranjak tidur kembali. Bahkan tanpa teknologi pun tulisan ini tidak akan muncul. Coba bayangkan seperti apa rasanya jika dalam satu hari saja kita benar-benar terlepas dari teknologi. Bagaimana jeritannya para kaula muda yang harus terpisah dari media sosial?
 
Sumber: www.merdeka.com
Teknologi memang berkembang sangat pesat. Dalam beberapa bulan saja sudah banyak produk-produk baru bermunculan dengan teknologi yang semakin terpoles. Ribuan atau bahkan jutaan produk telah berada di tangan-tangan manusia di dunia ini. Teknologi kini kian menjamur. Perkembangannya bagaikan bakteri yang membelah dan tumbuh dengan pesat. Masyarakat semakin dimudahkan pekerjaannya dengan kecanggihan teknologi, namun juga semakin dimanjakan dengan kemudahan yang instan.

Tentu teknologi membawa manfaat dan pengaruh besar, tapi apakah sepenuhnya berisi dampak baik tanpa ada risiko?

Tentu tidak. Kemajuan teknologi memang membantu kemudahan dalam segala pekerjaan maupun kegiatan kita. Dengan teknologi kita dapat bertemu dan tatap muka dengan orang yang jaraknya ratusan kilometer. Apalagi kelak direncanakan akan diciptakan teknologi (mungkin dengan hologram) yang mampu membantu kita berdiskusi dengan orang-orang yang sangat jauh dari kita namun dengan wujud mereka yang seakan-akan berada satu ruangan bersama kita. Dengan teknologi juga kita mendapatkan informasi dengan cepat, kita dapat belajar dengan lebih mudah, kita memiliki kemudahan mengakses ilmu pengetahuan.

Menurut saya, dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin memudahkan kita kini, kita semakin dimanjakan dengan keadaan instan, khususnya di Indonesia. Masyarakat menuntut segala sesuatu berjalan dengan cepat. Manusia menuntut sesuatu terjadi dengan instan tanpa ingin mengeluarkan usaha yang cukup berarti. Dengan teknologi akses ilmu pengetahuan memang menjadi sangat mudah, tapi membuat masyarakat khususnya para pelajar menjadi semakin malas. Tidak ada lagi kesungguhan dalam mendapatkan sebuah ilmu baru. Tidak ada lagi kesungguhan dalam meneliti hal-hal yang kecil sekalipun. Mereka beranggapan, “Nanti browsing di internet aja, ga usah ribet-ribet.” Teknologi yang mampu mencerdaskan masyarakat, namun pada kenyataannya juga dapat ‘membodohkan’ kita.

Meskipun teknologi dapat membantu mendekatkan yang jauh, namun pada kenyataannya juga dapat menjauhkan yang dekat. Masyarakat kini lebih senang menggenggam gadgetnya daripada menggenggam tangan sahabatnya. Ketika dihadapkan dengan orang lain, masyarakat justru lebih senang berbincang dengan layarnya. Hal ini mengurangi daya komunikasi kita terhadap orang lain. Kita tak lagi mengenal siapa tetangga kita, tapi kita lebih paham seperti apa orang yang berada di tempat yang terpisah oleh bentangan laut di luar sana.

Dengan teknologi juga masyarakat semakin konsumtif. Di Indonesia terutama, masyarakat lebih senang menunggu dan mendapatkan gadget keluaran terbaru daripada membuat dan menyaingi gadget yang beredar di pasaran. Masyarakat bangga dengan label tinggi yang menempel pada barangnya.

Jadi, kira-kira solusi apa yang dapat diberikan untuk mengatasi permasalahan tersebut?

Menurut saya, sifat konsumtif dan berbangga diri merupakan sebagian batang utama dari permasalahan ini. Untuk mengatasinya kita harus menumbuhkan daya saing di antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Kita bisa menciptakan suatu kompetisi cipta karya. Untuk mencapai hal itu, kita juga harus menambah kuantitas maupun kualitas ilmu yang mampu menunjang dalam hal perkembangan teknologi ini. Ilmu ini tidak harus berfokus pada mahasiswa, tapi juga dapat menyebar di kalangan umum untuk memasyarakatkan ilmu ini dan masyarakat tidak lagi hanya mengetahui penggunaan suatu teknologi melainkan juga mengetahui bagaimana produk tersebut dapat diciptakan.

Dengan tumbuhnya teknologi yang semakin besar, tentunya juga harus ditunjang dengan peraturan maupun undang-undang yang kuat. Teknologi menjadi bagian dari hidup kita, jika tidak ada aturannya maka penggunaannya akan menjadi bebas sebebas-bebasnya tanpa memikirkan risiko yang ada. Undang-undang maupun peraturan ini bukan sekadar tulisan, yang hanya muncul dalam layar tanpa memberikan kesan berarti. Maka untuk mengatasi permasalahan teknologi juga dengan teknologi itu sendiri. Undang-undang tersebut yang akan ‘mengatur’ kegiatan kita dalam penggunaan teknologi. Sanksi tegas maupun ringan harus diberlakukan oleh teknologi itu tersebut meskipun tidak ada masyarakat lain yang mengetahui kesalahan seseorang. Teknologi tersebut yang ‘berbicara’, teknologi tersebut yang melarang, teknologi tersebut yang mengatur.

Menurut saya, perlu juga adanya hari tanpa gadget. Minimal dalam hari itu kita terlepas dengan gadget. Mungkin dengan berwisata alam atau bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Butuh satu hari besar nasional untuk ‘terlepas’ dari gadget secara serentak. Untuk pembelian menurut saya juga harus dengan pembatasan yang diatur pemerintah. Pemerintah tidak lagi hanya berkata tidak boleh begini tidak boleh begitu, tapi juga bisa membuat aturan tersebut dengan memasukkannya ke dalam teknologi. Maka kelak dalam setiap toko akan ada scanning wajah lalu mendapatkan informasi produk-produk teknologi apa saja yang telah ia miliki. Jika sudah melampaui batas maka tidak bisa lagi ia membeli produk baru lainnya.

Namun semua itu kembali lagi kepada jiwa dan karakter masyarakat Indonesia. Kita harus menumbuhkan jiwa-jiwa produktif, bukan lagi konsumtif. Kita harus meningkatkan daya juang dan daya saing. Kita harus menghilangkan rasa berbangga diri karena memiliki sesuatu, tapi berbanggalah karena telah menciptakan sesuatu.



 -Nna-

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 comments:

Posting Komentar