- Nna -

Stars and Moon

  • Beranda
Home Archive for 2016
Satu setengah jam menuju tahun 2017
dan baru mulai nulis.
Dasar deadliner :)


Aloha!
Setelah tersadar kalo tahun 2016 ini baru buat dua tulisan, baru kerasa sekarang susahnya memulai satu kata untuk memancing kalimat-kalimat keluar. Baru sadar juga kalo tahun lalu juga deadliner bikin postingan di menit-menit terakhir tahun 2015. Duh, Na, kok udah satu tahun tetep aja ga berubah. Apa kabar resolusinya?

Oke, jadi di penghujung tahun ini, ga seperti postingan tahun lalu yang isinya throwback selama setahun udah ngapain aja, udah dapet apa aja, udah 'belajar' apa aja, aku mau menyimpan sedikit cerita tentang apa yang udah terjadi sampai di bulan terakhir tahun 2016 ini. Hmm, sedikit ambigu tentang kalimat apa-yang-udah-terjadi-sampai-di-bulan-terakhir-2016. Kalo dipikir lagi itu juga sama aja kayak mengingat yang udah lalu sih. Sebenernya tadi sempet kepikiran masa lalu, tapi kejauhan sampe ke tahun 2012. Ya gini nih kalo flashback suka kebablasan.

Mengingat-yang-udah-lalu kali ini cuma berfokus sama satu hal tapi rangkaiannya panjang, hampir setengah tahun. Daripada dibilang throwback, mungkin lebih enak dibilang 'menolak lupa'. Menolak lupa, supaya nanti kalo udah tua baca ini senyum-senyum sendiri. Supaya jadi pelajaran untuk tetap berkembang.

Semua yang akan diceritakan di sini adalah tentang proses.

Proses menuju tempat yang tercantum di judul ini. Juga proses selama berada di tempat tersebut.

Beijing

Ngapain ke Beijing?
Yaa sebenernya di Beijing cuma numpang turun dan naik pesawat aja. Sisa kisahnya terjadi di Langfang, di daerah pinggiran Beijing. Fokus utamanya lomba, tapi banyak hal yang lebih menarik untuk diceritakan di luar kegiatan lomba itu sendiri. Sebenernya jadwal seharusnya berangkat di bulan Agustus, tapi ternyata diundur oleh panitia ke bulan Desember sehingga terciptalah kisah yang panjang dan berimbas ke mana-mana ini.

Semua berawal dari sekitar 6-7 bulan yang lalu, sedikit lupa tepatnya kapan, kira-kira ketika liburan semester genap kemarin. Berawal dari dilema mau tetap lanjut di tim atau ngga, sampe merasa bosen karena masih harus tetep di Bandung meskipun lagi masa-masa liburan, pernah juga baper sama perkataan temen-temen satu tim, kadang merasa paling ga bisa ngapa-ngapain, galau ga bisa tidur tiap malem gara-gara mikirin mau lanjut berusaha atau berhenti aja di awal. Masa-masa awal ketika liburan itu belum seberapa. Semua bertambah parah ketika mulai masuk kuliah. Mulai ketemu sama amanah-amanah lain, bentrok sana bentrok sini, manajemen mulai berantakan. Belum lagi urusan kuliah, mulai praktikum mulai banyak laporan. Ngurusin yang lain-lain di kelas sampe akhirnya malah keteteran belajar menjelang ujian. Inget banget, pernah melewati hari ketika ngerjain laporan J-1 praktikum dan sebelumnya baru selesai praktikum yang lainnya. Boro-boro nyiapin tes awal praktikum, sarapan sama makan siang aja bablas. Pernah juga melewati masa ketika nangis diem-diem di dalam kelas sambil sok-sokan merhatiin dosen. Berantakan lah pokoknya.

Sampai akhirnya...

Bulan November

Di penghujung semester, mulai chaos lagi nyiapin ujian. Makin intens mikirin lomba karena waktunya makin dekat tapi target masih jauh. Sempet bingung juga mesti ngurusin izin ujian akhir semester yang jadwalnya bentrok dengan waktu lomba. Awalnya mikir gampang, tinggal ngomong ke dosen, bikin surat izin, tentuin tanggal susulan/duluan, beres deh. Nyatanya ngga segampang itu. Nyatanya harus ngelewatin masalah sama temen-temen dulu cuma gara-gara jadwal ujian sampe menimbulkan suasana yang kurang nyaman di grup. Nyatanya harus ribet ke sana ke mari cari-cari dosen. Yang awalnya ga mau ceritain perihal lomba ini ke banyak orang sampai akhirnya terpaksa kasih tau hal ini ke orang lain. Kemudian baru sadar, belum minta restu dari orang tua. Mungkin itu salah satu faktor yang buat hari-hari menjelang lomba jadi kurang lancar. Iya, emang bandel. Baru bilang ke orang tua H-7 keberangkatan. Bahkan sampai hari H beberapa jam sebelum berangkat dari Bandung juga sempet ribut sama orang. Adaaaa aja.

Banyak yang aku sesali. Tentang totalitas. Merasa ga maksimal di akademik maupun di tim, yang menyebabkan kedua-duanya malah ga berjalan dengan baik. Tapi mungkin masa-masa itu yang justru harus aku syukuri, karena setidaknya lewat cerita ini aku pernah tau rasanya sakit akibat minimnya perjuangan.

Ternyata, segala susah itu ga berhenti sampai di Bandung aja. Masalah-masalah tetap ngekor sampai ke Bandara Soekarno-Hatta, sampai ke Kuala Lumpur, sampai ke Beijing, sampai ke Langfang, dan bahkan sampai ke Indonesia lagi. Hari itu tanggal 12 Desember, hari Senin dini hari kami, bertujuh, dapat penerbangan dari Jakarta ke Kuala Lumpur pagi hari sekitar jam 9, tapi manajer tim harus berangkat lebih awal karena sebelumnya beli tiket yang berbeda. Akhirnya berenam tanpa manajer, dengan kondisi semuanya sama-sama baru pertama kali pergi ke luar negeri. Hingga akhirnya muncul masalah pertama, masalah bagasi. Bagasi over load karena bawaan untuk lomba yang super berat. Mikir keras karena ternyata biaya tambahan per kilonya cukup besar juga, waktu itu kira-kira kalau dihitung bisa mencapai 15 juta. Ya bayangin aja, dengan kondisi ga ada manajer, kita yang ga mungkin punya duit sebanyak itu mesti mikir keras buat cari solusi lain. Akhirnya bongkar barang-barang lagi. Barang-barang yang sekiranya ga perlu ditinggal di penitipan barang bandara (dan diambil hari itu juga sama manajer yang lain). Beruntung waktu itu ada tiga orang, salah satunya aku, yang bawa barang pribadi pake koper kecil (dan kebetulan belum dimasukin ke bagasi) jadi bisa dibawa ke kabin. Menariknya, aku merasa potongan-potongan kejadian di hari sebelumnya ternyata bisa berguna di hari itu. Jadi hari sebelumnya aku dapet pinjeman tiga koper, dengan satu koper besar dan dua koper kecil. Karena koper yang besar ternyata temenku lupa password-nya dan aku ga punya gembok kecil buat penggantinya, akhirnya aku beralih ke koper kecil, meskipun mesti bawa dua koper (harap maklum biasalah cewek). Well, ternyata ada rahasia dibalik bawa koper kecil. Bayangin aja kalo jadinya bawa koper besar, mesti bayar berapa juta coba itu :( Lucu aja kalo diinget lagi, ga ada yang sia-sia ternyata.

Masalah bagasi pun selesai.

Sampai di Kuala Lumpur sekitar jam 1 siang waktu Malaysia. Transit selama hampir 9 jam. Gabut dah cuma makan dan bobo numpang internetan pake wifi bandara. Ternyata, masa tenang cuma terjadi sesaat. Sekitar jam 8 malam, kami check-in, lagi-lagi ada masalah. Kali ini masalah baterai LiPo. Kebetulan saat itu kami check-in di tempat yang sama dan berurutan, juga dalam kondisi masing-masing bawa beberapa baterai. Total baterai yang kita bawa adalah 30 buah. Akhirnya mesti ada perwakilan yang ngurus masalah baterai ini, satu orang bersama manajer kami. Suasana panik lagi karena waktu semakin mepet dengan jam take-off pesawat tapi dua orang itu belum muncul juga. Bingung. Ya karena saat itu ga ada pilihan lain. Harus tetap berangkat meskipun dalam kondisi tanpa baterai dan tanpa manajer. Sampai di dalam pesawat pun mereka tetap belum muncul juga. Sampai akhirnya beberapa menit sebelum take-off, salah seorang muncul. Dan beruntungnya dengan membawa baterai meskipun hanya diperbolehkan membawa beberapa. Lega belum seutuhnya hadir karena manajer kami belum juga muncul. Sayang, ternyata ada sedikit masalah dengan boarding pass nya. Bismillah, kami cuma berharap besok pagi selamat sampai di Beijing dan bisa bertahan dengan baik di sana.

Masalah manajer ketinggalan di Kuala Lumpur ternyata jadi pemicu munculnya masalah-masalah lain di China. Selain masalah suhu yang mendekati 0 derajat Celcius dan masalah bingung mau shalat subuh di mana (waktu nyampe belum tau kalo ternyata ada musholla di sana), salah satu kesulitan lainnya adalah karena susahnya akses internet. Akses wifi ga segampang di Bandara Kuala Lumpur. Sampai di Bandara Beijing bingung, ga ngerti transportasi, ga ngerti harus nanya ke mana. Ketemu tim lain dari Indonesia pun pada akhirnya mereka tetep ga bisa bantu apa-apa juga. Sempet mikir mau naik bus umum, tapi ga paham rutenya, belum lagi dengan kondisi bawa banyak barang. Akhirnya sekitar jam 9 waktu itu kami dapet transportasi dari hasil nanya-nanya ke orang di depan bandara (ya macem di Indonesia aja pasti banyak yang nawarin travel) naik semacam mobil travel. Ternyata eh ternyata, supirnya ga bisa bahasa Inggris guys. Pusing dah. Mana kertas yang dibekelin dari Indonesia isinya alamat dalam latin doang, terus supirnya ga ngerti lah :( Alhamdulillah setelah perjalan sekitar 2 jam bisa sampe juga ke tempat tujuan meskipun om-om supir nanya-nanya terus dan ngomel-ngomel dalam bahasa Mandarin dan kami cuma bisa bengong. Pada akhirnya ditipu-tipu juga karena mesti bayar 680 yuan. Karena penginapan dan tempat lomba berada di tempat yang beda, jadi tujuan pertama kami ke tempat lomba untuk registrasi. Beruntung, meskipun panitianya orang Tiongkok asli tapi seengganya ada beberapa dari mereka yang bisa berbahasa Inggris meskipun patah-patah dan pake bantuan aplikasi sebagai translate bahasa mereka (yang sampe sekarang aku masih penasaran itu aplikasi apa, kan mayan bisa bantu komunikasi).

Iseng motoin bangunan yang ada di venue lomba

Tempat penginapan kami kira-kira di daerah desa. Sepi. Daerah perumahannya juga sepi. Yang punya rumah juga udah cukup berumur, tapi baik banget euy. Hari itu, seengganya kami berhasil melewati satu hari tanpa manajer meskipun harus ngerapel sarapan dan makan siang sore hari edisi masak sendiri apa adanya.

Karena hari itu masih hari pertama, jadi tubuh masih beradaptasi sama suhu di sana. Dingin banget! Beku rasanya.

Tapi dingin malam itu belum seberapa sama dingin keesokan harinya...

-Berlanjut di part 2-



Bekasi, 31 Desember 2016
(menuju 1 Januari 2017)
-Nna-
Judul post ini mengutip dari lagu Ebiet G. Ade, yaitu Berita kepada Kawan. Kebawa suasana karena mengalami perjalanan jauh sendirian.

Perjalanan ini dimulai dari tanggal 3 Agustus 2016. Ngga ding, lebih tepatnya sejak beberapa minggu sebelum keberangkatan, dari pertama kali kepikiran pengen coba pergi jauh buat pengalaman aja. Tujuan yang pertama kali kepikiran itu Malang. Kenapa? Soalnya dulu emang sempet kepengen main ke tempatnya Amel, temen SMA yang sekarang lagi merantau di Malang.

Dimulai dari nyari temen, eh ternyata Soraya, temen SMA juga, udah ngerencanain juga buat ke Malang dan dia udah mesen tiket, berangkat tanggal 18 dan pulang tanggal 22 Agustus. Sayangnya aku tanggal 22 Agustus udah masuk kuliah, jadi mau ga mau ga bisa bareng. Akhirnya aku mutusin buat berangkat belasan dan pulang tanggal 19 atau 20 biar bisa ketemu sebentar sama Soraya di sana.

Tanggal udah diperkirakan, lanjut lagi nyari temen yang sekiranya mau dan bisa ikut ke Malang. Singkat cerita, ada 2 orang temen yang mau ikut ke Malang juga. Eh tapi ternyata mereka pada akhirnya batal ikut. Kabar buruknya lagi, tanggal 18 Agustus ternyata ada kegiatan kunjungan industri dari jurusan. Yasudahlah...akhirnya ragu mau berangkat apa ngga.

Sebenernya jadi berangkat ke sana juga merupakan suatu ketidaksadaran dalam memilih haha. Waktu itu lagi ngeliat-liat jadwal kereta, kira-kira kalo di tanggal-tanggal muda masih ada ngga tiket buat Bandung-Malang pulang-pergi. Nyari-nyari berbagai tanggal, terus ketemulah tanggal 3 Agustus dan 8 Agustus. Iseng aja pas mau booking. Setelah booking batas waktu pembayarannya itu 1 jam. Berhubung waktu itu lagi di kosan dan mager keluar, jadinya minta tolong temen yang lagi di luar buat bayarin. Menuju 1 jam batas pembayaran, sebenernya belum jelas dia bisa bantuin dulu atau ngga. Barulah pas menit-menit terakhir, ternyata dia jadi bayarin. Dan...tada! Barulah kerasa deg-deg an pas dia bilang udah dibayar. Baru kebayang parnonya naik kereta sendirian selama 16 jam! Apalagi ini pertama kalinya aku naik kereta jarak jauh. Sejauh-jauhnya naik kereta cuma Bekasi-Bogor. Kesadaran-kesadaran berikutnya muncul kemudian, salah satunya baru sadar kalo keberangkatannya itu 7 hari lagi. Gapapa lah, lebih cepat lebih baik biar ga kelamaan parno.

Satu minggu kemudian, setelah berbekal informasi hasil gugling apa-apa aja yang mesti disiapin untuk perjalanan naik kereta jarak jauh, berangkatlah ke stasiun Bandung dengan rasa dag dig dug. Panik, pikiran ke mana-mana, ga bisa tenang banget deh rasanya. Sempet mikir ga jadi berangkat aja apa ya. Tapi sayang juga tiketnya. Yaudahlah nekat aja, toh dari awal emang cuma bermodalkan nekat.


FYI, kereta Bandung-Malang cuma ada satu jenis kereta (armada? apa sih sebutannya) yaitu Malabar. Di gerbong kereta, kebetulan aku mesen tiket yang ekonomi jadi tempat duduknya berhadapan. Di depan aku, ada seorang bapak sama anaknya, laki-laki. Bapak ini keliatan rame, suka ngomong lah pokoknya. Nyapa bule-bule juga yang satu gerbong sama kita. Lucunya adalah, anak si Bapak ini ternyata satu unit sama aku tapi aku ga pernah ketemu haha. Aku sadar karena dia make kaos salah satu tim dari unit itu. Pas bapak itu ngajak ngobrol, cerita, segala macem, barulah Bapak ini bilang kalo anaknya juga kuliah di ITB, jurusan teknik elektro 2013. Maaf ya Pak pas Bapak ngomong begitu saya pura-pura kaget, soalnya saya udah keburu tau dari kaos yang dipake anak bapak ehehe.

Bapak ini dari ternyata aslinya dari Medan, lagi ke Bandung karena nengokin anaknya. Beliau tujuannya turun di Jogja dan ternyata pertama kalinya juga naik kereta. Eh ternyata si bapak dan anaknya ini salah gerbong, baru ketauan pas petugas dalam keretanya lagi ngecekin tiket kereta. Yah, jadi ga ada temen ngobrol deh, padahal Bapak ini seru banget.

Waktu itu kereta berangkat jam 16.50. Lepas magrib, sekeliling kereta mulai gelap, aku mulai pusing karena ga bisa liat apa-apa di luar, ditambah lagi waktu itu kebagian tempat duduknya yang ngebelakangin arah laju kereta. Faktor lain yang nambah fisik ga enak karena kebanyakan pikiran sebenernya, banyak parnonya jadi ga enjoy sepanjang perjalanan. Antara mau nangis karena ga tahan, bahkan sempet mikir apa ikutan turun aja ntar di Jogja. Ntar balik lagi atau bisa mampir tempat sodara. Tapi...ya kali masa tiba-tiba batalin di tengah jalan.

Dalam kondisi mual dan ingin menangis (lebay sih), aku maksain makan berapa suap, seengganya biar perut ga kosong-kosong amat. Eh tapi malah sama aja, ujung-ujungnya dimuntahin lagi. Well, di situ belajar mandiri juga sih, karena ga punya siapa-siapa mau ga mau harus nahan rasa ga enak badan dalam kondisi baru yang kurang nyaman dan harus ngurus diri sendiri.

Singkat cerita, setelah perjuangan menyamankan diri sendiri, besok paginya sekitar jam 9, sampailah kereta di stasiun akhir, yaitu di Stasiun Malang, atau sering juga disebut Stasiun Malang Kota Baru (karena ada Stasiun Malang Kota Lama di satu stasiun sebelumnya). Sesampainya di sana, antara percaya ga percaya, "ini teh urang beneran berangkat ke Malang sendirian? Jawa Timur loh ini, Jawa Timur." Well, maklum ya agak berlebihan, karena emang diri ini sejauh-jauhnya menginjakkan kaki cuma sampe Jogja. Di sana aku disambut Amel. Amel pun juga antara percaya ga percaya aku beneran jadi main ke Malang haha.

Kurang lebih 5 hari aku menetap di Malang, nginep di Amalia Guest House (baca: kosan Amel). Hari pertama sampe Malang, cuma istirahat aja seharian di kamar. Malemnya baru keluar cari makan. Besoknya, masih sama. Berhubung Amel kuliah pagi, jadi aku cuma nunggu di kamar. Padahal mah harusnya ngikut aja ya ke kampus, sembari cuci mata gitu. Baru kepikiran sekarang euy, mungkin memang tidak direstui. Malemnya kita belanja bahan-bahan makanan di Malang Town Square (Matos). Rencananya besokannya mau masak-masak, yuhuuu.

Abis belanja, kita jajan es krim di tempat yang katanya cukup ala-ala itu. Lucu sih kalo ngeliat di instagram, ada cotton candy. Sayangnya pas di sana cotton candy nya abis, hiks. Jadi cuma bisa jajan es krim wafel deh. Di tempat ini juga disediain banyak permainan, kayak UNO, congklak, monopoly, dll. Ada kejadian menarik di sini, pas es krim ini dateng kita masih main congklak sebenernya, jadi ngelanjutin main dulu. Mungkin karena kelamaan kali ya jadi agak leleh. Pas mau difoto, es krimnya malah tumbang coba, sedih :') Untungnya masih di atas piring.



Hari ketiga, kita jadi masak-masak, yeay! Kita masak ayam fillet saus telur asin dan dessertnya, cheese cake oreo versi lumer.



Hari itu juga, setelah masak kita main ke Batu Night Spectacular (BNS). Seruuuu! Apalagi pas naik sepeda udaranya. Asik sebenernya, bisa liat pemandangan kota juga. Tapi sayangnya berhubung aku takut ketinggian, jadinya kebanyakan merem dan teriak-teriak. Baru naik sepeda ginian aja udah takut, gimana diajak naik wahana yang lain coba :') Da aku mah apa atuh, di tempat wahana begitu malah ga naik apa-apa.



Besokannya kita jalan-jalan nih ke alun-alun Batu. Ngincer jajanannya sih sama bianglala. Di sana nyobain ketan legenda (emang namanya legenda) yang katanya rame banget. Terus jajan sempol, dan lain-lain. Btw, harga makanan di Malang murah-murah loh, bahkan nasi-ayam bakar aja bisa dapet di bawah 10 ribu. Hmm bisa endut nih kalo tinggal di Malang. Abis jajan-jajan cantik, kita ngantri buat naik bianglala. Suka liat bianglalanya, rame warna-warni. Di atas juga bagus, awalnya aku pikir aku bakal ketakutan lagi kayak pas naik sepeda udara, ternyata seru sih enjoy banget bahkan bisa liat pemandangan kota secara luas.



Meskipun belum berhasil jalan-jalan ke Bromo dan wisata alam lainnya, tapi pengalaman di Malang cukup berkesan, khususnya di pengalaman nekat pertama kali. Lima hari di Malang, kita quality time berdua doang, ngebolang naik angkot atau ngegojek haha, meskipun pas udah kemaleman akhirnya pulang kosan naik taksi.

Sampai di hari terakhir, tanggal 8 Agustus harus balik lagi ke Bandung. Baper-baperan deh sama Amel. Ga terasa, ternyata sebentar banget di sana. Oiya, ada yang menarik lagi pas di Stasiun Malang, di sana ketemu sama temen kampus yang ternyata juga mau ke Bandung. Dia abis naik gunung sama temen-temennya. Dari pengalaman berangkat dan pulang ketemu sama orang, ternyata dunia sempit ya.

Perjalanannya emang cukup singkat, mulai dari ga kuat di jalan, sampe subuh-subuh disuguhin sunrise di perjalanan. Ketemu banyak orang, dapet banyak cerita dan pengalaman, bahkan sampe ada yang minta tuker kontak. Dapet banyak pelajaran dari pengalaman ini. Salah satu hikmahnya, jangan berhenti berjuang di tengah jalan, lanjutin apa yang udah jadi pilihan. Seru pisan :) meskipun cuma bermodalkan nekat. Semoga lain kali dapet kesempatan buat mengunjungi kota lainnya.


PS: Thanks to Amel atas suguhan dan tumpangannya!❤


Bandung, 17 Agustus 2016
-Nna-

"Mayoritas orang yang mengagung-agungkan bahagia, nyatanya mereka yang merindukan tawa."

Terlalu melow ya kesannya? Padahal pengen ngepost yang seneng-seneng aja. Kalimat pembuka itu juga muncul tiba-tiba aja sih, kalo dipikir-pikir iya juga. Well sebenernya definisi bahagia itu sendiri juga luas, mencakup banyak hal, juga tergantung dari masing-masing individu meresapinya. Salah satunya berawal dari rasa kangen, yang bikin kamu ngerasa bahagia cuma dengan inget momen atau seseorang yang dikangenin itu. Layaknya yang pekan lalu aku rasain.

Tepat satu minggu yang lalu, akhirnya aku bisa ketemu sama tiga gadis kesayangan di Bandung. Susahnya buat kumpul lengkap berempat karena jadwal kuliah kita yang ga barengan. Ada yang libur duluan tapi masih ada yang UAS. Eh pas UAS nya udah beres, yang liburan duluan udah masuk kuliah lagi. Dari tahun lalu ngarep bisa ketemu lagi, kumpul bareng lagi berempat. Momen buat bisa ketemu satu sama lain mungkin cuma bisa setahun sekali.

Sampai akhirnya...menjelang tanggal ketemuan senengnya bukan kepalang. Sampe deg-degan malem sebelum hari H! Lebay sih, tapi beneran seneng banget setelah hampir dua tahun akhirnya bisa ngabisin banyak waktu bareng mereka. Sayangnya, tepat di hari H, aku malah drop, siang sebelum berangkat ketemuan aku mulai demam :( Gara-gara kesenengan kali ya haha. Tapi tetep maksa berangkat, mikirnya paling panas biasa, ntar juga sehat lagi. Toh ga mungkin juga aku ga jadi berangkat, jarang-jarang bisa kumpul begini. Eh di jalan malah kehujanan, alhasil makin parah demamnya.

Sesampainya di sana dan ketemu mereka, seneng pisan, dikasih surprise-surprise an segala. Bercanda-canda, rame lah ketawa-tawa terus. Tapi di satu sisi, antara lemes juga badan ngedrop. Ga enak juga sepanjang main bahkan pas keluar malem cari makan jadinya cuma diem aja, mau bilang lagi ga fit juga ga enak takut malah merusak rencana jalan-jalan. Nyesel juga sih di momen kayak begini malah sakit, padahal pengen banyak-banyak cerita sama mereka, pengen ngomong ini itu, pengen sharing ini itu. Ditanyain sama mereka pun juga ga bisa mikir apa-apa. Alhasil...cukup jadi pendengar kisah-kisah mereka dan ternyata banyak hal yang bisa menambah pelajaran juga sudut pandang. Di momen ini juga ketika aku denger cerita-cerita dari mereka, ketika itu pula aku tiba-tiba ngerasa kangen puol sama mereka. Kangen masa-masa SMA, kangen waktu bisa saling nguatin satu sama lain secara langsung. Saat itu juga, bahagia itu baru perlahan mulai terasa. Oh jadi ini rasanya bahagia, bersyukur atas hadirnya orang-orang di sekitar dan kejadian-kejadian yang hadir, yang membuat kita bisa berkembang dan sekarang ada di titik ini. Saat syukur itu muncul, justru kejadian paling sedih sekalipun bisa terkonversi jadi bahagia. Bahagia karena ternyata kita mampu melewati masa-masa itu. Bahagia ternyata kejadian itu yang mengantarkan kita menuju kedewasaan. Dan juga rindu, dengan rindu hanya sekadar bersua bisa menjadi sebab bahagia.

Sebenernya kalimat terakhir di atas adalah salah satu pelajaran yang aku ambil dari cerita salah satu di antara mereka. Menarik mengetahui bagaimana pola pikir yang lain, tau bagaimana prinsip masing-masing. Aku pribadi menjadikan hal itu sebagai alarm, sebagai 'sentilan' sendiri kalau kalau di tengah jalan ternyata aku keluar jalur.

Dan lewat momen bersama mereka juga, awalnya aku berpikir bahagia itu sederhana, cukup bertemu mereka merupakan salah satu hal sederhana yang membahagiakan. Nyatanya setelah dipikir lagi, berkumpul tak semudah itu. Perlu ada perjuangan dari masing-masing, karena tanpa kesungguhan, berjumpa belum tentu bisa terlaksana. Di lain hal tanpa adanya usaha yang lebih dari biasa, masing-masing dari kita belum tentu mampu berdiri dan meraih bahagianya masing-masing. Bahagia itu memang sederhana, tapi cara memperolehnya yang tidak sederhana.

Bekasi, 7 Februari 2016
-Nna-
Langganan: Postingan ( Atom )

About Author

Foto saya
Hasna Shalihah
22 | Chemistry & Art lover | Komunitas Blogger Bengkel Diri -Nna-
Lihat profil lengkapku

Blog Archive

  • ►  2019 (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2017 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ▼  2016 (3)
    • ▼  Desember (1)
      • Sepotong Cerita tentang Beijing
    • ►  Agustus (1)
      • Sayang Engkau Tak Duduk di Sampingku, Kawan
    • ►  Februari (1)
      • Bahagia Itu (Tak) Sederhana
  • ►  2015 (6)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2014 (7)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2012 (12)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2011 (15)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2010 (5)
    • ►  Desember (5)

LATEST POSTS

  • Masa Betah Kelas 9 di SMP
    Hai, ceman-ceman. Udah lama gue ga buka nih 'diary' gue haha. Berapa bulan ya? Lama banget, gue terjangkit virus malas -_- Dan kis...
  • Masa Adaptasi Kelas 8 di SMP
    Hai ceman-ceman yang lagi pada galau nungguin lanjutan postingan gue yang kemaren *pede *gasadardiri. Minggu lalu gue udah nge-posting kisa...
  • #2011memories #2012wish
    Tepat jam 12 malem gue mulai nulis ini :D Tapi harusnya kemaren ya -_- Udah beberapa bulan blog ini ga gue urus. Kalo diibaratkan rumah, ...
  • Masa Polos Kelas 7 di SMP
    Yeah, hari ini tanggal 6 Juni dan dua hari yang lalu tanggal 4 Juni. Penting? Penting banget lah. Kemaren itu pengumuman kelulusan SMP dan...
  • Di Suatu Detik...
    Aku mau berbagi cerita tentang apa yang aku alami hari ini. Sebuah cerita sederhana dan pemikiran sederhana, tapi mengambil peran penting d...
  • Potret Sederhana Pendidikan Indonesia
    Haaaai! Setelah sekian lama tenggelam dalam tumpukan tugas, akhirnya...gue kembali lagi ke dunia posting-memposting ini :') Maaf leba...
  • Perbaiki Diri Lewat Bengkel Diri
    Bengkel Diri Apa sih yang ada di bayangan teman-teman kalau dengar kata 'Bengkel Diri'? Jujur pertama kali saya mende...
  • Metode Need-Know-How-Solve untuk Menyelesaikan Suatu Masalah
    Contoh 1 Seorang investor agroindustri di Sumatera ingin membeli lahan perkebunan seluas mungkin dengan ukuran bujursangkar. Modal investa...
  • Energi Khayalan
    Mengapa postingan ini saya beri judul energi khayalan? Ya, kali ini saya ingin 'berkhayal' mengenai apa kira-kira energi pengganti...
  • TWISTER? Cetarrrr!
    Assalamu'alaikum wr. Wb! :D Apa kabar kalian semua? Berhubung di postingan ini mau membahas mengenai kegiatan FOSMA jadi harus dijawa...

Categories

#deardiary (4) Aksi (1) Alternatif BBM (1) Bangsa (1) Biodiesel (1) Biofuel (1) Buku (1) Cerpen (3) Cinta (6) Curahan Pikiran (5) Curhat (5) Engineer (1) Experience (1) FOSMA 4 (1) Ga Jelas (1) Galau (4) Harapan (4) HARDIKNAS (1) Harimau Putih (1) Heliokultur (1) Hewan Peliharaan (1) Ibu (1) Iseng (8) ITB (5) Jalan-jalan (1) Kenangan (7) Komputer Rakitan (1) Kritik (1) Kuliah (1) Mahasiswa (1) Masa Depan (3) Masa SMA (5) Masa SMP (3) Naik Gunung (1) Nostalgia (5) Pemberitahuan (1) Pendidikan (2) Pergerakan (1) Perjuangan (1) PRD (5) Puisi (4) Quantum Levitasi (1) Remaja (6) Semangat (1) Superkonduktor (1) Tenaga Nuklir (2) Tips (1) Unforgettable (1)
Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger

Pages

  • Beranda
Copyright 2014 - Nna -.
Designed by OddThemes