Sisanya Terserah Tuhan

Pernahkah kamu mengalami rasanya mimpi berubah menjadi kenyataan? Mayoritas orang berharap mimpinya hadir nyata di hadapannya saat ia bangun keesokan harinya. Banyak orang berpinta, abu-abu dalam benaknya berubah jadi warna dalam hidupnya. Ya, akupun juga begitu. Dulu. Sebelum dua tahun yang lalu.

Bunga tidurku benar-benar menjadi kenyataan. Direalisasikan Tuhan dalam waktu sepersekian detik setelah aku mendapatkan bayangan tersebut di balik lelapku. Lalu dibangunkan Tuhan dengan suara yang kukira hanya sementara bergema di kepalaku. Saat itu, pertama kalinya aku berharap bangunku adalah mimpi. Siapa yang berharap mimpi tak indah menjadi kenyataan?

Momen itu ketika abu-abuku hadir dalam warna. Warna yang bahkan aku sendiri tak bisa menebaknya. Apakah warna hanya identik dengan bahagia? Kala itu bahkan aku sadar, sedih tak selalu bisa diungkapkan lewat tangis sekalipun kamu ingin menangis meraung-raung. Aku hanya merasa, waktu berhenti, tapi aku tetap berjalan. Waktu berhenti, tapi aku masih bisa bernafas. Waktu berhenti, tapi aku masih menangkap gerak dan ucap banyak orang. Kupikir selama ini bila waktu berhenti maka segala aktivitas di atas bumi juga turut berhenti. Nyatanya tidak.

Saat itu yang kupikirkan hanya kosong. Bahkan aku mengira aku tidak akan mengingat apa-apa karena tidak ada apa-apa yang aku pikirkan. Lagi-lagi aku salah. Aku justru mengingat setiap detailnya. Semakin kosong aku justru semakin mampu memandang tiap sudutnya. Semakin kosong justru menjadi kesempatan bagi pikiranku untuk menyimpan segala yang aku jalani saat itu. Akibat kekosongan itu pikiranku mengira rongga-rongga memoriku masih besar kapasitasnya. Pikiranku berpikir untuk apa lelah memilah momen, simpan saja semua. Maka jadilah hal terkecil saat itu mampu aku ingat saat ini.

Kala itu aku mengira bahwa yang aku alami tersebut merupakan kenangan terburukku. Tak ada satu hal pun yang mampu mencuri fokusku saat itu karena aku bahkan tak ingat apakah waktuku masih berjalan atau tidak. Namun siapa yang menyangka Tuhan tiba-tiba menurunkan hadiah. Hadiah yang tidak kukira akan hadir karena aku merasa bukan aku yang pantas mendapatkan hadiah itu. Betapa Tuhan Maha Penyayang. Ia memelukku melalui hadiah sederhana tersebut. Ia membelaiku dan seolah mengatakan, lihat jam tanganmu, ia masih berputar menantimu memperhatikannya. Tenanglah, tak ada yang perlu kau risaukan, tak ada yang perlu kau takuti, ada Aku yang selalu menemanimu di sini. Detik itu aku menyadari bahwa waktuku masih hidup.

Waktuku masih hidup!

Masa itu kulanjutkan dengan harap dan doa. Satu-satunya senjataku yang dimodali oleh Tuhan. Aku bersyukur Tuhan mengajarkanku apa itu doa. Selanjutnya hanya harap yang aku tambatkan. Sisanya, terserah Tuhan seperti apa kisahku ini berkelanjutan.

Bekasi, 27 Desember 2015

-Nna-

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 comments:

Posting Komentar